Muhammadiyah menanggapi usulan MUI untuk mencabut sertifikat halal pendukung Israel

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengapresiasi sikap masyarakat dan usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memboikot atau mencabut sertifikat halal produk yang mendukung Israel terkait barbarisme di Jalur Gaza Palestina. “Tentunya kami juga mengapresiasi sikap politik kekuatan masyarakat yang melakukan boikot dan memboikotnya sebagai bagian dari tugas untuk bertindak,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Universitas Haedar Nashir Ahmad Dahlan (UAD), Bantul DIY pada Jumat (17/1). ). 11).

Lebih lanjut Haedar menegaskan, komitmen mendukung Palestina yang kini dijajah Israel melalui agresi militer harus lebih dari sekadar seruan untuk memboikot produk tertentu.
Ia mencontohkan Muhammadiyah yang mengumpulkan dana puluhan miliar untuk membantu rakyat Palestina, dan dalam lima tahun terakhir membangun sekolah di Beirut, Lebanon untuk anak-anak korban agresi tentara Zionis.

“Dan sekolah-sekolah ini terus kami kembangkan karena mereka hidup dari perang ke perang dan menjadi generasi yang menderita,”; kata profesor sosiologi itu. Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Ikhsan Abdullah menyarankan pencabutan sertifikat halal produk perusahaan pendukung Israel.

Ikhsan mengatakan MUI sudah mengantongi daftar produknya. Sekitar 50 produk telah diidentifikasi, katanya.
Sementara itu, Kepala Staf Ahli Kantor Presiden Joko Widodo (KSP) Rumadi Ahmas menjelaskan, pencabutan sertifikat halal produk yang mendukung Israel harus ada dasar hukumnya. Ia tidak menemukan dasar hukum jika MUI melaksanakan inisiatif tersebut. Rumadi juga mengingatkan, sertifikasi halal bukan lagi kewenangan MUI, melainkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Oleh karena itu, MUI tidak bisa mencabut sertifikasi halal produk pro-Israel.
Tekan solusi dua mode

Haedar melanjutkan, Muhammadiyah terus mengapresiasi sikap politik pemerintah Indonesia terhadap agresi Israel terhadap Palestina, yang mencerminkan pandangan negara dan amanat konstitusi Indonesia.
Perang Dunia Pertama dan Kedua meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Haedar di berbagai belahan benua dan tidak boleh terulang di zaman modern.

“Kita perlu mengambil langkah-langkah strategis di tingkat global. Saya melihat bagaimana Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) mewakili Indonesia, selain bersimpati, sangat tegas dan tegas, namun terus berupaya dengan berbagai negara untuk mendorong kerja sama menuju solusi dua negara. Dua negara berdaulat dan merdeka,” dia menambahkan.

Haedar meyakini PBB dan negara-negara maju yang mendukung bahkan ikut serta dalam pembentukan negara Israel menciptakan pengetahuan baru bahwa dunia telah berubah.

Dua negara berdaulat dan merdeka. Ya, seharusnya PBB dan negara-negaranya” kemajuan yang mendukung dan bahkan mendirikan Israel menciptakan kesadaran baru bahwa dunia telah berubah. Haedar berharap negara-negara tersebut mengesampingkan kepentingannya dan#039;sempit dan#039; untuk menciptakan perdamaian dunia.

“Apa susahnya negara adidaya yang mengakui dua negara berdaulat? Jadi itu jalan buntu dalam politik global, bahkan jalan buntu dalam politik global, di mana mereka mengatakan bahwa demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme atau multikulturalisme dan kebangsaan dijunjung tinggi, tapi kenapa tidak. Ada jalan keluarnya.. Saya kira opsi solusi dua kamar paling realistis,” tutupnya.

Leave a Comment